Pemilik Apartemen The Mansion At Kemang Kecewa Gugatan Ditolak Pengadilan

IMG-20230408-WA0172

JAKARTA, ICN – Salah satu pemilik (pembeli) unit Apartemen The Mansion At Kemang Titik Warihati mengaku tidak puas dan kecewa setelah gugatannya ke PT Cipta Indah Megah selaku developer ditolak hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

“Kami menyayangkan (keputusan hakim) yang sama sekali tidak memasukkan gambar dan Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen dalam pertimbangannya. Kami masih menimbang-nimbang untuk naik banding ke Pengadilan Tinggi. Selain itu, kami juga akan sampaikan keluhan kami ke pemerintah, termasuk DPR, Gubernur atau bahkan jika bisa ke Presiden sekalipun, karena kami merasa dirugikan dan hak kami tidak dilindungi oleh pengadilan,” kata Titik saat dihubungi media, Kamis (6/4/2023).

Titik menjelaskan bahwa pihaknya ingin pemerintah bisa memberikan dukungan kepada semua pemilik unit rumah susun yang mengalami ketidakadilan seperti yang dialami mereka.

“Kami merasa tidak puas dan kecewa karena hak-hak kita sebagai konsumen tidak dilindungi. Kami merasa bahwa setelah terbukti bahwa kami menerima unit apartemen dengan ukuran yang lebih kecil dari yang dijanjikan, dan membayar sesuai dengan ukuran yang mereka janjikan di brosur, PT Cipta Indah Megah (CIM)selaku developer tidak mau mengembalikan kelebihan pembayaran yang sudah mereka terima. Selain itu, uang yang kami bayarkan untuk membeli unit apartemen sudah termasuk 10% PPN sesuai yg tertera di PPJB, tetapi sampai sekarang kami tidak pernah menerima faktur pajaknya untuk bisa kami laporkan pada SPT kami. Developer tidak bisa memberikan faktur pajak tersebut. Hal ini sudah ditanyakan juga oleh pengacara kami dan mereka tetap tidak bisa memberikan bukti faktur pajak pembelian unit apartemen yang kami minta,” jelas Titik.

Hal senada juga disampaikan Kuasa hukum 15 pemilik (pembeli) unit Apartemen The Mansion At Kemang yang menggugat PT Cipta Indah Megah Jodoin Simbolon, SH yang mengaku kecewa karena kurang mempertimbangkan UU Perlindungan Konsumen. Keputusan hakim hanya mempertimbangkan tentang PPJB yang berisikan luas semi gross dan tidak saling menuntut dan tidak ada pemaksaan penandatanganan Akta Jual Beli (AJB).

“Sepengetahuan saya, UU atau PP yang mengatur besaran semi gross tidak ada, bahkan waktu di BPSK juga mereka tidak menemukan ketentuannya. Jadi kenapa hakim bisa memutuskan bahwa perbedaan luas 15-25% adalah wajar?” kata Jodoin.

Jodoin memaparkan, bahwa inti dari perkara ini adalah adanya perbedaan luas yang tercantum dalam brosur dan PPJB dengan luas di AJB. Oleh karena itu, kliennya menilai unit apartemen yang dibangun tidak sesuai dengan kriteria dan spesifikasi.

“Sudah selayaknya UU perlindungan konsumen dapat dijadikan pertimbangan karena didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagaimana disebutkan dalam pasal 8 ayat 1 huruf (f): pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang/jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut, “kata Jodoin saat dihubungi media via telepon, Sabtu (8/4/2023).

Terpisah, Kasi Humas DJP Banten Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Provinsi Banten Leyla Zahra menyampaikan bahwa konsumen apartemen berhak untuk meminta tanda bukti pembayaran PPN atas unit apartemen yang dibeli dari developer.

“Iya dong, Sebagai pemotong PPN maka developer wajib memberikan bukti potong pajaknya,” kata Leyla saat dihubungi media, Jumat (7/4/2023).

Leyla menjelaskan, PPN memang selalu jadi kasus yang muncul hingga masuk tanah pidana karena nominal yang cukup besar.

“Jika dalam proses pengawasan petugas pajak, ditengarai ada yang tidak menyetorkan PPN-nya, maka akan dilakukan pemeriksaan, penyidikan hingga penuntutan pidana perpajakan. Namun untuk developer yang sudah membayar tapi tidak memberikan bukti potong, jika dia tidak melaporkan SPT Masa PPN-nya hanya akan dikenakan sanksi administrasi saja,” jelasnya. (Mhd)

About Author