Dukung Usulan Amandemen Kelima UUD NRI 1945, Bamsoet Tegaskan Konstitusi Harus Mampu Menjawab Tantangan Zaman

IMG-20250630-WA0261

WWW.INDONESIACERDASNEWS.COM ||JAKARTA – Anggota DPR RI dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mendukung usulan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie terkait perlunya dilakukan amandemen kelima UUD NRI 1945. Bamsoet menilai sudah lebih dari dua dekade reformasi bergulir, namun Indonesia belum sepenuhnya menemukan sistem kenegaraan yang mampu menjawab dinamika zaman secara utuh dan berkesinambungan. Empat kali perubahan terhadap UUD 1945 yang dilakukan pada periode 1999–2002 memang telah membawa transformasi besar. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak persoalan struktural dalam tata kelola kekuasaan, hukum, hingga etika publik yang membutuhkan pembaruan serius.

“Gagasan perubahan UUD NRI 1945 kelima bukan muncul dari ruang hampa. Usulan ini dilandasi evaluasi kritis terhadap praktik ketatanegaraan pasca reformasi yang belum optimal, bahkan dalam beberapa aspek justru mengalami kemunduran. Kooptasi kekuasaan oleh oligarki politik, lemahnya sistem checks and balances, serta minimnya akuntabilitas etis di kalangan pejabat publik menjadi cermin kegagalan implementasi demokrasi substansial. Kita tidak bisa terus-menerus menyalahkan pelaksanaan ketika desain institusionalnya memang belum cukup matang,” ujar Bamsoet di Jakarta, Senin (30/6/25).

Ketua MPR RI ke-15 dan Ketua DPR RI ke-20 ini sepakat dengan perlunya penataan kembali lembaga perwakilan. DPD yang dinilai lemah diusulkan untuk dihapus dan diubah menjadi fraksi utusan daerah dalam DPR agar suara daerah benar-benar ikut dalam setiap keputusan nasional. Di saat yang sama, MPR kembali diperkuat oleh fraksi utusan golongan sebagai representasi kelompok profesi, agama, adat, dan masyarakat sipil yang selama ini terpinggirkan dalam sistem politik berbasis partai. Selain itu, MPR kembali diperkuat sebagai lembaga strategis yang menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Hal tersebut merupakan langkah penting dalam mengembalikan keutuhan sistem perwakilan rakyat dengan model yang lebih efektif dan representatif.

“Penguatan sistem kepemimpinan nasional juga perlu dilakukan. Dalam usulan Prof Jimly, presiden tetap dipilih langsung oleh rakyat, sementara wakil presiden diajukan oleh presiden terpilih untuk mendapatkan persetujuan dari MPR. Model ini diyakini mampu menghindarkan bangsa dari jebakan koalisi transaksional yang selama ini sering kali menyandera kinerja pemerintahan sejak awal pembentukannya,” kata Bamsoet.

Ketua Komisi III DPR RI ke-7 dan Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini memaparkan, perlu dibentuk Mahkamah Etika Nasional sebagai puncak peradilan etik untuk mengawasi hakim, pejabat negara, dan pejabat publik lainnya. Di tengah krisis etika yang terus membayangi birokrasi dan lembaga hukum, Mahkamah Etika menjadi terobosan penting dalam menegakkan moralitas penyelenggara negara. Bersama dengan Komisi Yudisial yang diperluas perannya, sistem ini akan memperkuat rule of ethics yang berjalan sejajar dengan rule of law.

“Dalam upaya pembenahan sistem pengawasan dan penegakan hukum. perlu dilakukan integrasi kewenangan pengujian peraturan antara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi agar tidak tumpang tindih. Selain itu, perlu memperkuat sistem pengawasan oleh BPK secara terpadu dengan sistem penindakan yang terpusat pada Kejaksaan Agung bersama dengan lembaga penegak hukum lain yang saling terkait dan bersifat terpadu,” urai Bamsoet.

Wakil Ketua Umum/Kepala Badan Bela Negara FKPPI dan Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan,
penguatan ideologi ekonomi Pancasila dilakukan dengan menegaskan kembali semangat gotong-royong dalam Pasal 33 UUD 1945. Istilah “asas kekeluargaan” diusulkan diganti dengan “asas gotong-royong” yang lebih mencerminkan nilai khas bangsa. Selain itu, frasa “bumi dan air” dalam penguasaan negara diubah menjadi “bumi, air dan udara” untuk merespons tantangan baru dalam era kedaulatan digital dan ruang udara nasional.

“Kita percaya bahwa konstitusi adalah dokumen hidup yang harus mampu menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan akarnya. Usulan amandemen kelima diajukan dengan semangat menjawab kebutuhan bangsa secara realistis, tanpa menyentuh isu-isu kontroversial seperti perpanjangan masa jabatan atau pelemahan demokrasi. Sebaliknya, semua diarahkan pada penguatan kelembagaan, penataan sistem, dan penyempurnaan praktik demokrasi substantif,” pungkas Bamsoet. (Ded)