WWW.INDONESIACERDASNEWS.COM ||JAKARTA, — Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 11 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Selasa 7 Oktober 2025.
Salah satu perkara yang disetujui penyelesaiannya melalui mekanisme keadilan restoratif yakni terhadap Tersangka Seriapus anak dari Mantarudin dari Kejaksaan Negeri Kapuas, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Peristiwa ini terjadi pada Selasa tanggal 15 Juli 2025 sekira pukul 19.30 WIB, Tersangka yang mengaku bernama HARDI berkenalan dengan Saksi Roy Yordi dan Saudara Brama di Taman Askari Jalan Trans Kalimantan, Kelurahan Selat Dalam, Kecamatan Selat, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah.
Kemudian, Tersangka bersama dengan Saksi Roy Yordi dan Saudara Brama nongkrong bersama, lalu Saksi Roy Yordi pergi ke toilet. Melihat situasi tersebut, Tersangka mengambil kunci sepeda motor Jenis Honda Sonic warna Merah dengan Nopol KH 2946 UB, Nomor Rangka: MH1K3112LK268325, Nomor Mesin: KB11E1268010 milik Saksi Roy Yordi yang sebelumnya ditinggalkan di tempat duduk Roy Yordi.
Selanjutnya Tersangka langsung membawa 1 (satu) unit sepeda motor Jenis Honda Sonic warna Merah dengan Nopol KH 2946 UB tanpa sepengetahuan dan tanpa seizin pemiliknya yakni Saksi Roy Yordi.
Maksud dan tujuan Tersangka mengambil sepeda motor tersebut adalah untuk digunakan sehari-hari. Akibat dari kejadian tersebut Saksi Roy Yordi selaku pemilik sepeda motor mengalami kerugian sebesar Rp13.000.000 (tiga belas juta rupiah).
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Kapuas Luthcas Rohman, S.H., M.H., Kasi Pidum Taufik Hidayah, S.H., M.H. serta Jaksa Fasilitator Desida Dwizhafira, S.H., M.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Proses perdamaian telah dilakukan antara Tersangka dan korban pada 24 September 2025. Tersangka belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan menyatakan tidak akan mengulanginya.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Kapuas mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah Agus Sahat S.T Lumban Gaol, S.H., M.H.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Selasa, 7 Oktober 2025.
Selain perkara tersebut, JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif terhadap 10 (sepuluh) perkara lainnya, yaitu:
1. Tersangka Ibrahim AR dari Kejaksaan Negeri Halmahera Tengah, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Dodi Febriansyah bin Ru’i dari Kejaksaan Negeri Pagar Alam, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
3. Tersangka Rudi Miriansyah bin Ru’i dari Kejaksaan Negeri Pagar Alam, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
4. Tersangka Rony Prihatin alias Sakol dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
5. Tersangka Ivan Maulana Dharmawan alias Ipan dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
6. Tersangka Suhairi alias Dedek bin Alm. Zakaria dari Kejaksaan Negeri Langsa, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
7. Tersangka Syafruddin bin (Alm) A. Rahman dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
8. Tersangka M. Amin bin (Alm) M. Taib dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
9. Tersangka Defri Maulanda bin Suhaimin dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
10. Tersangka Baraso Dakhi alias Ama Efi dari Kejaksaan Negeri Nias Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Para Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
– Para Tersangka belum pernah dihukum;
– Para Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
– Para Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
– Para Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
– Pertimbangan sosiologis;
– Masyarakat merespon positif.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.
(Muhdi Khair/ICN)
Sumber: Kepala Pusat Penerangan Hukum