JAM-Pidum Menyetujui 2 Restorative Justice Perkara Penggelapan di Kalimantan Barat

IMG-20251013-WA0010

WWW.INDONESIACERDASNEWS.COM ||JAKARTA, — Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 2 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Senin 13 Oktober 2025.

Salah satu perkara yang disetujui penyelesaiannya melalui mekanisme keadilan restoratif yakni terhadap Tersangka Rapi’I alias Pi’I bin M. Yusup dari Kejaksaan Negeri Sambas, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Kedua Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan.

Tersangka merupakan seorang sopir PT Kaban Inti Transport berdasarkan Surat Perjanjian Kerja yang ditandatangani pada tanggal 10 Maret 2023, pembayaran upah yang diberikan sesuai jarak pengantaran dengan perkiraan paling besar Rp700.000 setiap pengantaran.

Bahwa pada Selasa tanggal 15 Juli 2025 sekira pukul 09.30 WIB di pabrik kelapa sawit PT SEC yang beralamat di Dusun Sabung Setangga RT 002 RW 001, Desa Sabung, Kecamatan Subah, Kabupaten Sambas. Tersangka Rapi’I alias Pi’I bin M. Yusup diperintahkan PT Kaban Inti untuk mengantarkan pesanan PT SEC sebanyak 8.000 liter/8 ton ke dalam area pembongkaran.
Namun ketika Saksi Mikri yang pada saat itu bertugas, melakukan pengecekan terhadap mobil tangki yang dikendarai Tersangka yakni yang berkapasitas 8.000 liter dengan Nopol KB 8256 AL, yang pada bagian tangki bertuliskan PT KABAN INTI TRANSPORT terdapat 4 (empat) buah jerigen kosong yang telah dipersiapkan Tersangka untuk memindahkan BBM Jenis Solar.

Selanjutnya sekira pukul 13.30 WIB, Tersangka Rapi’I alias Pi’I bin M. Yusup saat sedang menunggu antrean bongkar muat BBM di terminal pengisian bahan bakar PT. SEC, secara diam-diam memindahkan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar dari tangki mobil yang dibawa oleh Tersangka Rapi’i ke dalam 2 (dua) buah jerigen ukuran 35 liter dan 2 (dua) buah jerigen ukuran 10 liter, sehingga total keseluruhan BBM jenis solar yang Tersangka Rapi’i pindahkan adalah ± 105 liter.

Perbuatan Tersangka tersebut diketahui oleh Saksi Mikri yang selanjutnya melaporkan kejadian tersebut kepada pihak PT SEC. Akibat perbuatan Tersangka, PT SEC mengalami kerugian sebesar Rp1.323.000 (satu juta tiga ratus dua puluh tiga ribu rupiah).

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Kapuas Luthcas Rohman, S.H., M.H., Kasi Pidum Taufik Hidayah, S.H., M.H. serta Jaksa Fasilitator Desida Dwizhafira, S.H., M.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Proses perdamaian telah dilakukan antara Tersangka dan korban pada 24 September 2025.
Tersangka belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan menyatakan tidak akan mengulanginya.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Sambas Daniel De Rozari, S.H., M.H. mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat Ahelya Abustam, S.H., M.H.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Senin 13 Oktober 2025.

Selain perkara tersebut, JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif terhadap Tersangka Novi Syafriani als Novi binti H. Ibrahim dari Kejaksaan Negeri Mempawah, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan, antara lain Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Para Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf; Para Tersangka belum pernah dihukum;
Para Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; Para Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya; Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Para Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.

(Muhdi Khair/ICN)

Berita Terkait