JAM-Pidum Menyetujui 10 Restorative Justice, Termasuk Perkara Pencurian di Paser

IMG-20250506-WA0345

WWW.INDONESIACERDASNEWS.COM ||JAKARTA — Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 10 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme restorative justice (keadilan restoratif) pada Selasa, 6 Mei 2025.

 

Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Firmansyah bin Abdul Samad dari Kejaksaan Negeri Paser yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

 

Kronologi bermula pada hari Rabu tanggal 12 Februari 2025, sekitar pukul 16.00 WITA, Tersangka Firmansyah bin Abdul Samad diketahui mengendarai sepeda motor milik Sdr. Sukran Alamsyah dengan tujuan membeli es batu. Saat melintas di depan SD Muhammadiyah yang berlokasi di Jalan Ahmad Dahlan, Kecamatan Tanah Grogot, Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur, Tersangka melihat sebuah tas yang tergantung pada tiang bangunan di area sekolah tersebut.

Melihat kesempatan tersebut, Tersangka menghentikan laju kendaraannya dan langsung mengambil tas yang tergantung di tembok tersebut. Setelah itu, Tersangka membuka tas dan menemukan sebuah handphone merek OPPO A15S dengan nomor IMEI 1: 867756053719737 dan IMEI 2: 867756053719729, yang diketahui merupakan milik Korban Junaidi bin Alwi.

Setelah mengambil handphone tersebut, Tersangka kembali meletakkan tas ke tempat semula di lokasi kejadian, lalu membawa kabur handphone tersebut.

Akibat perbuatan tersebut, korban Sdr. Junaidi bin Alwi mengalami kerugian sebesar Rp3.300.000 (tiga juta tiga ratus ribu rupiah). Saat ini, Tersangka telah diamankan dan sedang menjalani proses hukum lebih lanjut.

 

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Paser, Abdul Muis Ali, S.H., M.H., Kasi Pidum Zakaria Sulistiono, S.H. serta Jaksa Fasilitator Ma’alif Balqis, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Saksi Korban. Lalu Saksi Korban meminta agar proses hukum yang dijalani oleh Tersangka dihentikan.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Paser mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur Dr. Iman Wijaya, S.H., M.Hum.

 

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose restorative justice yang digelar pada Selasa, 6 Mei 2025.

 

Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 9 (sembilan) perkara lain yaitu:

 

1. Tersangka Primus Kamai dari Kejaksaan Negeri Merauke, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

 

2. Tersangka I Ismet Rahim, Tersangka II Muhammad Fais Rahim dan Tersangka III Fatmawati Luawo dari Kejaksaan Negeri Bitung, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 tentang Penganiayaan.

 

3. Tersangka Novri Royke Piri alias Oping dari Kejaksaan Negeri Minahasa Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

 

4. Tersangka Fanni Setiawan bin Gunawan dari Kejaksaan Negeri Kutai Timur, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

 

5. Tersangka Wentri Supatno Iryandi Sihombing dari Kejaksaan Negeri Samosir, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

 

6. Tersangka Toni Nugraha alias Asep bin Manta Mulyadi dari Kejaksaan Negeri Lebak, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

 

7. Tersangka Arnauzi bin Musa dari Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

 

8. Tersangka Riyan Hidayat bin Marzuki dari Kejaksaan Negeri Musi Rawas, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) Ke-1 KUHP tentang Pengancaman.

 

9. Tersangka Dedi Kasmir alias Amir bin Alm.Darmawan dari Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 376 KUHP tentang Penggelapan dalam Keluarga.

 

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

 

– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

– Tersangka belum pernah dihukum;

– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

– Pertimbangan sosiologis;

– Masyarakat merespon positif.

 

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. 

 

 

[Red]

Sumber: (Kepala Pusat Penerangan Hukum)