WWW.INDONESIACERDASNEWS.COM | SEMARANG – Menjelang Pesta Demokrasi yang jatuh di tahun 2024, Gerakan NKRI Sehat Jawa Tengah bekerjasama dengan KREKI (Komunitas Relawan Emergensi Kesehatan Indonesia) Provinsi Jawa Tengah dan GARIS Jawa Tengah mengadakan pelatihan “Bantuan Hidup Dasar” atau Basic Life Support tanggal 19 November 2023 di Jalan Pandanaran 100 Semarang. Hadir dalam acara tersebut selain pengurus dari ketiga organisasi tersebut juga diikuti oleh lebih dari 70 orang yang terdaftar menjadi peserta pelatihan.
Dalam uraiannya, dr. Agung Sudarmanto, MM selaku ketua penyelenggara mengatakan bahwa tujuan diselenggarakannya pelatihan ini dikarenakan terinspirasi dari kejadian pelaksanaan Pemilu tahun 2019 yang telah mencatat korban 894 petugas KPU meninggal dunia, yang salah satu sebab kematiannya adalah akibat kekurangtahuan sebagian masyarakat tentang cara memberikan bantuan hidup dasar. Apabila terjadi kasus henti jantung.
“BHD atau Bantuan Hidup Dasar adalah Tindakan Dasar untuk menyelamatkan korban atau pasien yang mengalami henti jantung. Tindakan ini harus dilakukan secara cepat dan profesional agar penanganan yang cepat akan memperbesar tingkat keberhasilan Bantuan Hidup Dasar. Menyelamatkan jiwa seseorang. Dan berdasar European Resuscitation Council (ERC) 2010, henti jantung (fibrilasi ventrikel) yang segera di RJP (Resusitasi Jantung Paru) dan dilakukan defibrilasi dalam waktu 3-5 menit sejak korban tidak sadarkan diri memiliki angka keberhasilan hingga 49-75%. Sementara, penundaan defibrilasi pada korban henti jantung akan menurunkan kemungkinan selamat 10-12% tiap menitnya, “ kata Agung.
Sementara itu dr H. Mulyo Prasedyo, MH salah seorang pengurus KREKI Jateng dan juga Ketua PDUI Komisariat Pati memberikan pelatihan teknik kompresi yakni tindakan yang harus segera dilakukan tanpa menunda dengan adanya indikasi di atas seperti hilangnya kesadaran serta tidak ditemukannya denyut nadi pada arteri besar misalnya pembulun darah Karotis. “Kompresi dada dilakukan pada persilangan antara kedua putting dan ditengah-tengah tulang sternum,”kata Mulyo.
Selanjutnya dr Mulyo mengatakan adanya perbedaan antara Bantuan Hidup Dasar yang dilakukan oleh petugas medik dengan masyarakat awan. “Kalau untuk awam yang paling penting adalah melakukan kompresi dengan benar, benar tempat kompresinya, benar posisi seseorang melakukan kompresi dan benar frekuensi ketika melakukan kompresi,”lanjut Mulyo.
Dalam pelatihan tersebut tidak hanya mengupas tentang bagaimana menangani seseorang yang mengalami henti jantung namun juga membahas hal – hal lain yang dirasakan awam sebagai kasus “emergensi” seperti kasus tersedak makanan dan air, mimisan, lepasnya rahang bawah, jatuh di kamar mandi, dan berbagai masalah yang sering dihadapi peserta pelatihan.
Agung berharap agar peserta pelatihan Bantuan Hidup Dasar nanti mampu dan siap memberikan nilai lebih kepada masyarakat, khususnya kepada petugas KPU apabila mengalami kejadian henti jantung.
[Red]