ICN | Jakarta – Lagi – lagi oknum yang mengaku sebagai wartawati asal Bekasi ini bikin heboh jagad raya. Pasalnya, tupoksi jurnalis yang digunakannya kerap tidak mencerminkan sebagai wartawan. Perbuatan dan sikap yang dilakukannya kerap mengundang polemik di tubuh insan pers. Hal itu dikatakan Ketua OKK DPP Forum Wartawan Jakarta (FWJ) Indonesia, Adi Nur Febriadi saat dimintai keterangannya di Gedung Perpustakaan Nasional, jalan Merdeka Selatan Selasa (5/7/2022).
Hal itu diungkap Adi atas adanya aduan dari beberapa wartawan yang juga anggota FWJ Indonesia terkait pemberitaan dugaan oknum Wartawati yang menggunakan kendaraan roda 4 bernopol Dinas Polri.
Adi juga menyinggung oknum wartawati berinisial (KO) ini telah keluar dari fungsi dan UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dan kode etik Jurnalis yang profesional.
“Banyak sih aduan soal dia, yang sering kita denger dia itu sering beraktivitas gunakan atribut Polri, gak tau juga apa tujuannya. “Kata Adi.
Selain itu, Adi menjelaskan sedikitnya ada 10 media yang menaikkan pemberitaan terkait hal itu, dan mereka disomasi KO, dengan alasan melakukan pencemaran nama baik tanpa adanya konfirmasi terlebih dahulu. Terlebih KO meminta pemberitaan – pemberitaan itu dihapus.
“Soal tindak pidana murni saya kira tak perlu konfirmasi karena bukti dan faktanya jelas ada. Bahkan pernah kok dari wartawan mengkonfirmasi ke KO, namun jawaban pertamanya itu mobil adalah pinjaman operasional. “Jelasnya.
Adi menduga, KO gunakan profesi wartawan hanya sebagai tameng untuk mendekati para perwira Polri, “itu kan dugaan kita, kalau toh emang benar faktanya seperti itu, ya silahkan di kroscek saja. “Ucapnya.
Sebagai profesi wartawan, Adi juga menyayangkan sinergitas KO dengan beberapa Perwira Polri dijadikan manfaat untuk kepentingan pribadinya. Bahkan dia menudingnya hanya sebagai tameng kewartawanan.
“Soal sinergitas dengan Pemerintah, TNI/Polri hal wajar kok, tapi kalau sudah seperti yang dilakukan KO, itu sudah kelewat wajar. “Ulas Adi.
Ketika ditanya pandangan dan pendapat Ketua Umum FWJ Indonesia soal viralnya KO gunakan Nopol Pelat Dinas Polri, Adi menjelaskan dirinya sudah berkomunikasi via telpon. “Tadi udah komunikasi sama Ketum kami, kebetulan beliau sedang di luar kota. Pada prinsipnya beliau justru mendorong untuk rekan – rekan wilayah Bekasi Kota segera buat laporan polisi ke Polda Metro Jaya, selebihnya kata Ketum kami, FWJ Indonesia, serta beberapa lembaga kontrol sosial lainnya akan mendorong hingga KO ditangkap dan ditahan, begitu juga dengan orang – orang yang membantu tindak kejahatannya.”Rinci Adi.
Pengakuan KO, kata Adi berubah – ubah, bahkan KO seakan – akan kebal hukum dan tidak adanya tindakan kepolisian untuk mengamankan dan melakukan tindakan tegas dengan jeratan hukum.
Pernyataan yang sama juga disampaikan Ketua FWJ Indonesia Korwil Bekasi Kota, Romo Kosasih dalam preskomnya di halaman Gedung Perpustakaan Nasional, Jl. Medan Merdeka Selatan, Selasa (5/7/2022) dia mengatakan tindakan KO sangat tidak elegan dan tidak mencerminkan warga negara yang baik, terlebih KO mengaku sebagai Wartawati yang juga sebagai CEO di medianya sendiri.
“Di pemberitaan dia (KO) mengakui kalau kendaraan yang dia pakai dengan Nopol Pelat Dinas Polri adalah pinjaman operasional. Namun KO menampik dan mengatakan di pemberitaan bahwa dia tidak mengetahuinya, dan berubah lagi kalau mobil itu pemberian dari calon suaminya yang disebut – sebut Pangeran asal Yogyakarta. “Ungkap Romo.
Romo juga mengulas soal pengakuan KO sebagai jurnalis dan CEO di medianya sendiri. Sayangnya ketidakpahaman KO terhadap fungsi jurnalis telah membawanya pada persoalan hukum.
“Harusnya dia paham dong bila menaikkan suatu berita itu harus berdasarkan fakta bukan pembenaran, apalagi sampai dia mengadukan hal ini ke Dewan Pers, pastinya Dewan Pers juga tidak akan gegabah, dari pengadu dan teradu akan dipertemukan dan ada gelar data, kita bisa lihat nanti siapa yang melakukan kebohongan publik lewat media,”urai Romo.
“Persoalannya simpel, dia selalu mencari pembenaran atas kesalahan yang diperbuatnya. Apalagi saat ini sangat Fatal dengan sengaja mengganti Nopol Pelat mobil pribadi yang bernopol AB 1887 TY unit R4 Chevrolet dengan Nopol Pelat Dinas Polri 168 – 07. “Tegasnya..
Romo menegaskan perilaku KO telah dibiarkan begitu saja oleh pihak Polres Bekasi Kota, meski rekan – rekan sebelumnya sudah menemui Kapolres Bekasi Kota, Humas, serta Paminalnya.
“Ada apa dengan para pejabat Polres Bekasi Kota? Kok bisa adanya pembiaran sehingga memunculkan polemik besar seperti ini. “Ujarnya.
Menurut Romo apa yang dilakukan KO sudah suatu pelanggaran, terkait tindak pidana pemalsuan TNKB dapat dijerat dengan hukum pidana berdasarkan pasal 263 jo pasal 266 KUHP dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan Jo pasal 280 jo pasal 288 Undang-Undang lalu lintas dengan ancaman hukuman 2 tahun penjara. Bila terbukti dia melakukan berita bohong di muka umum/kebohongan publik, klarifikasinya lewat media – media, KO juga terancam sanksi pidana pasal 45 ayat (2) UU ITE, sanksi yang diatur adalah penjara selama 6 tahun atau denda 1 miliar.
Sebelumnya diberitakan, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso angkat bicara dan mendesak kepolisian untuk memproses dugaan tindak pidana terkait dengan tindakan pemakaian Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) palsu yang diduga kuat untuk disalahgunakan lantaran mobil yang dipasang pelat nomor khusus dinas kepolisian itu menunggak angsuran.
IPW menilai, kasus pemalusan TNKB itu merupakan tidak pidana. Untuk itu pihak kepolisian harus memeriksa terduga pelakunya, dan harus diminta pertanggungjawaban secara hukum.
“Pemalsuan TNKB itu merupakan tindak pidana. Kami mendesak pihak kepolisian segera melakukan penyidikan terhadap pelaku pemalsuan TNKB tersebut,” ujar Sugeng kepada wartawan (25/5/2022).
IPW menegaskan, pelaku tindak pidana pemalsuan TNKB dapat dijerat dengan hukum pidana berdasarkan pasal 263 jo pasal 266 KUHP dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan Jo pasal 280 jo pasal 288 Undang-Undang lalu lintas dengan ancaman hukuman 2 tahun penjara,” ungkapnya.
Dengan adanya tindakan hukum pemalsuan TNKB tersebut diharapkan menjadi efek jera bagi pelakunya. Sehingga warga sipil tidak seenak sendiri dalam menggunakan pelat nomor kendaraan operasional Polri. “Dengan penerapan sanksi hukum itu setidaknya biar kapok atas sikap sok-sokannya itu,” pungkas Sugeng.[red/fwji]